Struktur Dan Makna Penyajian Tortor Si Pitu Gondang

Penyajian Tortor Si Pitu Gondang

Struktur dan Makna

Struktur dapat diartikan sebagai suatu bangunan yang terdiri dari bahagian-bahagian yang lebih kecil, dan yang membentuk satu kesatuan.

Struktur seni diwujudkan dalam dimensi ruang dan waktu. 

Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978:16). 

  1. Pertama, struktur merupakan keseluruhan yang bulat yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu.

  2. Kedua, struktur itu berisi gaya transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan proses transformasional dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan melalui prosedur itu.

  3. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dan setiap unsure mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.Analisis struktural dalam Tortor adalah penyajian yang tidak dapat terlepas dari segala unsur maknanya. 
sketsa gondang sabangunan


Di dalam struktur penyajian Tortor terdapat motif dan makna gerak dasar, kemudian aturan-aturan dalam gerak, dan skrip tortor, pola lantai maupun busana yang dipakai dalam Tortor

Makna adalah hal-hal yang dapat diketahui tujuannya melalui yang hendak disampaikan kepada orang lain.

Seni yang bermutu adalah seni yang memberikan pengalaman estetik, pengalaman emosi, pengalaman keindahan, atau pengalaman seni yang khas milik dirinya. C. Bel dalam Sumardjo (2000:124) menanamkan kualitas seni yang demikian itu sebagai significant form (bentuk bermakna). De Saussure dalam Hoed (2008:3-4) mengungkapkan “hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi, tetapi sosial yakni didasari oleh kesepakatan (konversi) sosial.


Motif dan Makna Gerak Dasar Dalam Tortor

Tortor mempunyai perbedaan dalam setiap konteks penggunaannya dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.

Tetapi bentuk gerakannya adalah sasma dan sudah baku pada setiap Tortor yang ditarikan. 

Dalam aktivitas Tortor setiap gerakannya mempunyai makna yang senantiasa berhubungan dengan sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu

Gerakan Tortor senantiasa berhubungan dengan unsur kehidupan berkeluarga, dalam hal ini berkaitan dengan adat Dalihan Na Tolu.

Dalam melakukan gerakan Tortor, tangan merupakan bagian tubuh yang paling penting dan lebih banyak melakukan gerakan. 

wanita batak toba menari tor tor

Setiap gerakan tangan menunjukkan arti dan makna setiap aktivitas Tortor. Sinaga mengatakan bahwa gerakan tangan menunjukkan ciri kehidupan orang Batak Toba itu sendiri (1991:28) dan yang paling banyak menunjukkan bagaimana adat Dalihan Na Tolu dilakukan. 

Hal itu dapat dilihat dari awal memulai manortor, bahwa kedua telapak tangan harus diletakkan di atas perut dengan cara tangan kanan menimpa tangan kiri (tangan kanan di atas tangan kiri).
Tangan kanan dan tangan kiri adalah lambang suami dan istri (tangan kanan adalah lambang suami dan tangan kiri adalah lambang istri). 

Artinya suami harus senantiasa melindungi istrinya. 

Dan dalam posisi manortor laki-laki harus selalu berada di sebelah kanan perempuan (hal ini berlaku juga dalam segala aktivitas kehidupan orang Batak Toba), misalnya dalam upacara adat perkawinan ataupun berdiri di hadapan khalayak ramai. 

Gerakan tortor yang dilakukan laki-laki maupun perempuan adalah berbeda, Sinaga (1991: 29) menyatakan:
Sian falsafah, pardijabu do anggo ina jala parbalian ianggo ama. Boima berengon bonsir ni perbedaan ni tortor ni baoa dohot tortor ini boru-boru. Lobi bebas jala ‘riar’ do tortor ni baoa sian tortor ni boru-boru. Hira na holan humaliang jabuna (jaha: pamatangna) do ianggo tortor ni ina, hape ianggo tortor ni baoa tung luas jala mangerbang huhut mangebangi. Parpantunna pemansai andul. Hombar tu ngolu siapari, agresif (mungka ni pangaririton) do tortor ni baoa, hape ianggo tortor ni boru-boru hira manjalo laos marpaima.

Artinya:
Berdasarkan pandangan hidup (Dalihan Na Tolu), bahwasanya seorang istri (ina) sudah seharusnya tinggal di rumah, sedangkan seorang suami (ama) harus bekerja ke luar rumah. Itulah yang mendasari perbedaan tortor laki-laki dan Tortor perempuan. Gerakan Tortor laki-laki lebih bebas dan lincah (liar) daripada Tortor perempuan. Tortor perempuan lebih mengarah sekitar rumahnya (baca: tubuhnya) saja, akan tetapi gerakan Tortor laki-laki lebih luas dan bebas bergerak, gerakannya juga lebih santai dan tangannya bebas dikibaskan kesana kemari. Sopan santunnya juga sangat berbeda. Hal tersebut dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, agresif (diperlihatkan dari awal pencarian pasangan hidup atau jodohnya), itulah Tortor laki-laki, kenyataannya Tortor perempuan menunjukkan sikap menerima dan menunggu. Hal tersebut juga selalu dihubungkan dengan peran dan fungsi yang berbeda antara suami dan istri.

Serser adalah bentuk gerakan telapak kaki membentuk segitiga dengan mempertemukan kedua jempol kaki dan mempertemukan tumit kaki secara bergantian.

Dulu serser dilakukan pada waktu panen dilakukan pada waktu panen sebelum padi ditumbuk. 

Para wanita yang akan menumbuk padi menginjak padi terlebih dahulu dengan menggesekkan atau menggeser kaki sambil menari, karena panen dianggap suatu kegembiraan. 

Ada filosofi orang Batak yang mengatakan “jolo serser asa tortor, jolo tektek asa gondang”, yang artinya geser kaki dahulu baru menari, menata irama dahulu baru bergendang. 

Serser sebenarnya dilakukan oleh panortor (penari wanita) yang akan bergerak atau berpindah tempat ke kiri maupun ke kanan. 

Serser ini melambangkan kesopanan, keterikatan, dan keterbatasan gerakan perempuan dalam kehidupan sehari-harinya. 

Berbeda dengan gerakan pria, untuk berpindah melakukan gerakan melangkah sesuai dengan sifat laki-laki yang agresif mencari nafkah. 

Namun dalam pengamatan penulis, gerakan serser ini tidak dilakukan dalam pesta Horja maupun dalam beberapa upacara lainnya. 

Penulis menemukan serser dilakukan pada Tortor sawan (tarian membawa cawan berisi air di kepala), Tortor dalam kegiatan hiburan (pertunjukan), dan tortor dalam kompetisi Tortor adat yang banyak sekarang diselenggarakan dalam berbagai aktivitas perayaan kedaerahan sekitar daerah Batak Toba. 

Tortor juga dapat menjadi sarana menumpahkan isi hati si panortor itu sendiri baik dalam keadaan sedih maupun gembira. 

Dalam keadaan gembira kegiatan manortor sampai melompat dan tangan dilambai-lambaikan di kedua sisi paha panortor. 

Kegiatan ini dinamakan marembas. 
Akan tetapi “marembas pun” dapat dilakukan dalam suasana hati sedih dan sering dikatakan dengan “mangondas”. 

Ada pepatah Batak Toba mengatakan "Indada tartangishon, tumagonan ma tinortorhon" (tiada tertangiskan kejadian yang sudah lalu, lebih baik aku menari). 

Kalau sudah demikian, hilanglah rasa duka yang dideritanya.

Artinya, manortor juga dapat membuat suasana hati menjadi gembira ataupun sedih. 


penari tor tor pada pesta pernikahan

Aturan-aturan Dalam Gerakan Tortor

Tortor adalah sebuah ungkapan individual, kultur maupun keagamaan. Empat gerak (posisi) tangan yang baku dalam Tortor Batak Toba, sesuai dengan kedudukan penari (Panortor) dalam sistem kekerabatan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, Maneanea artinya meminta berkat (turut menanggung beban), mamasu-masu artinya memberi berkat, mangido tua artinya meminta dan menerima berkat dan manomba artinya menyembah dan meminta berkat.

Lumbantobing (1986) menjabarkan Tortor dibentuk dari gerakan pangurdot, pangeal, pandenggal, siangkupna, dan hapunanna.

Pangurdot

Pangurdot ialah gerakan seluruh badan, dengan fokus geraknya berada pada telapak kaki, tumit dan badan. Ujung telapak kaki bergerak ke atas, lalu turun sesuai dengan irama gondang. Sedangkan bahu bergerak perlahan ke kiri dan ke kanan. Semua gerakan badan dan anggota tubuh merupakan perpaduan gerak dan irama gondang.

Pangeal

Pangeal ialah gerakan tubuh pada pinggang dan daun bahu (sasap). Kedua anggota tubuh ini akan bergerak ke kiri dan ke kanan sesuai dengan irama gondang. Gerakan ini terkait dengan gerakan pangurdot.

Pandenggal

Pandenggal ialah gerakan gemulai anggota tubuh secara keseluruhan berfokus pada gerakan lengan, telapak tangan dan jari tangan. Kedua telapak tangan yang terbuka diangkat ke atas perlahan-lahan, lalu diturunkan ke bawah secara gemulai. Kemudian kedua tangan bergerak ke depan dengan gerakan setengah lingkaran, yang bertumpu di bawah dada. Bersamaan dengan gerakan itu semua jari-jari tangan bergerak-gerak terbuka dan tertutup sejajar dengan bidang telapak tangan.

Siangkup na (siakkup na)

Siakkup na ialah gerakan leher. Gerakannya seirama dengan gondang dan urdot yang telah disebut di atas. Siakkup na, yang secara harfiah berarti “tambahan”, bukan merupakan sekadar gerak selingan. Gerakan siakkup na adalah wujud mengekspresikan jiwa tarian.

Hapunanna

Yang dimaksud dengan Hapunanna ialah ekspresi yang tampak dari wajah panortor (penari). Dari wajah panortor dapat diketahui situasi kegembiraan atau situasi duka cita. Ekspresi wajah dan jiwa tortor haruslah seirama, sehingga tortor tersebut berkomunikasi kepada penonton yang hadir.

Batara Sangti dalam bukunya Sejarah Batak (1997:289-290) mengatakan, tortor terdiri dari : 
  1. Pangurdot. Yang termasuk pangurdot ialah bagian daun kaki, tumit sampai bahu. 
  2. Pangeal. Yang termasuk pangeal ialah pinggang,punggung sampai daun bahu (sasap).
  3. Pandenggal. Yang termasuk pandenggal ialah tangan, daun tagan sampai jari tangan.
  4. Siangkupna. Yang termasuk siangkupna ialah leher.
  5. Hapunanna. Yang dimaksud hapunanna ialah ekspresi wajah saat manortor.
Badan tegak dan lurus mangurdot tanpa goyangan ke samping, bagaikan alu menumbuk padi dalam lesung. Bila ada hentakan miring maka resiko padi akan terburai keluar. Tangan menyembah dan mengait ke arah tubuh.

Menghormati semua pihak menghormati penciptanya dengan harapan mendapat berkah atau manfaat pada dirinya. Tangan dibuka datar ke atas pundak.

Seandainya ada benda di atas tangan itu tidak akan jatuh. Dia memikul segala tugas dan perannya tanpa goyah/sepenuh hati. Tangan melayang dari samping menuju perut. Telapak tangan ditekuk, persis seperti mengumpulkan padi dalam jemuran atau mengais/mengumpul beras di atas tampi. Ini disebut mangahit.

Segala kegiatan yang mendapatkan buah semuanya diarahkan kepada dirinya dan menjadi bekal dalam kehidupan yang disebut paiogon yang dikumpulkan dalam bakul-bakul bekal kehidupan sepanjang tahun. Gerakan pria lebih liar dan bebas sesuai dengan cara kehidupannya sehari-hari lebih agresif mencari uang atau nafkah.

Dalam aktivitas manortor setiap orang harus berdiri dengan sikap sempurna (berdiri di atas kedua telapak kaki), pandangan rata ke depan, kemudian mulailah bergerak manortor setelah sarune berbunyi dalam 1 x 8 hitungan. Jadi ukuran waktu untuk mulai manortor bukan bunyi gondang/taganing atau ogung.

Tortor memiliki pakem yang kuat dan menjadi pengamatan penting mengenali perempuan maupun laki-laki dengan segala sikap dasar yang diperlihatkan melalui tortor itu.

Menurut hasil wawancara dari beberapa pengetua adat, gerakan Tortor pada laki-laki dan perempuan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi seperti :
  1. Simanjujung atau ulu, unang paundukhu, unang padirgakhu (artinya kepala jangan terlalu tunduk ke bawah dan jangan terlalu mendongak ke atas). Tetapi hal ini (tunduk kepala) diperlukan pada saat gerakan Tortor dalam posisi menyembah.
  2. Simalolong (mata) panortor (penari) perempuan tidak boleh momar (liar dan membelalak) supaya kelihatan hohom atau donda artinya sopan. Yang diperbolehkan hanya melirik yang tujuannya adalah melihat supaya gerakan seragam/tidak saling mendahului.
  3. Parnianggoan/igung (hidung) tidak boleh diangkat supaya tidak terkesan sombong.
  4. Bohi (wajah) atau rona wajah harus minar marsaudara atau cerah dan enak dipandang.
  5. Pamangan/baba (mulut) harus ditutup supaya sopan.
  6. Simanjojak/pat (kaki), untuk panortor perempuan harus rapat sedangkan kaki panortor laki-laki agak renggang dan biasanya gerakannya seperti jalan di tempat.
  7. Pamatang/badan harus tegak, tetapi pada saat melakukan gerakan, bergerak sesuai gerakan tortor yang diinginkan atau diminta.
  8. Simangido/tangan (tangan), untuk panortor laki-laki gerakannya lebih bebas, sedangkan untuk panortor perempuan harus lebih sopan.

Motif dasar gerak tortor adalah sama dalam setiap pelaksanaan upacara maupun pesta. Secara keseluruhan motif dasar ini tidak selalu dilakukan secara teratur. Artinya pada setiap aktifitas manortor seluruh motif dasar gerak tortor ini tidak selalu ditarikan. Bisa saja ditarikan pada tortor mangaliat/siuk-siuk sambil berjalan berkeliling, pada tortor sibane-bane, tortor simonang-monang ataupun tortor saudara/parsaoran. Sedangkan untuk tortor mula-mula, tortor somba, tortor mangaliat dan tortor hasahatan/sitio-tio sudah ada gerakan yang pasti dilakukan seperti kita lihat dalam gambar. Bentuk penyajian tortor pada dasarnya mempunyai pola gerak yang sama dalam setiap bentuk upacara maupun pesta.

Penyajian tortor sipitu gondang tidak sama pada setiap upacara maupun pesta. Dari tujuh gondang yang harus disajikan adalah tortor mula-mula, tortor somba, tortor mangaliat dan tortor hasahatan/sitio-tio. Yang bisa berubah adalah bagian tengah dari tujuh gondang yang dimainkan maupun yang ditarikan sesuai dengan konteks upacara atau pesta yang dilaksanakan. Misalnya setelah tortor mangaliat boleh diminta tortor hata sopisik, tortor marhusip, tortor debata sori, dan lain sebagainya.


Urutan Artikel Lengkap Tortor Dalam Pesta Horja :

Sumber/Referensi : 
SINAGA, Sannur D.F. 2012. Tortor Dalam Pesta Horja Pada Kehidupan Masyarakat Batak Toba: Suatu Kajian Struktur Dan Makna. Medan. Program Studi Magister (S2) Penciptaan Dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara; MEDAN
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url